ZONASULTRA.COM,WANGGUDU-Syahdan, di suatu masa, para penghuni khayangan bersepakat untuk mengutus seorang dewi untuk turun ke bumi. Dewi Padi dipilih untuk menjejakan kakinya ke belahan bumi yang kini bernama Konawe Utara, Sulawesi Tenggara (Sultra). Tugasnya memberi kemakmuran di negeri yang ia jejaki.
Dikisahkan, sang bidadari kemudian turun di sebuah telaga biru yang kelak bernama Lindo Kindo-kindo, di Desa Landiwo Kecamatan Landawe. Sayangnya, sang bidadari yang oleh warga lokal disebut Sanggoleo Mbae ini tak bertahan lama. Ia tak bisa masuk ke air. Mitosnya, penghuni khayangan yang cantik itu pindah ke Danau Biru yang kini ada di Kecamatan Oheo.
Itu legenda. Tapi telaga Lindo Kindo-kindo bukanlah mitos. Ia benar-benar ada ada menawarkan eksotisme dan ketenangan jiwa bagi mereka yang mau berkunjung. Telaga ini seperti mengafirmasi bila Konut memang negeri dengan sejuta kemolekan. Kemolekannya tak kalah dari Pantai Labengki, Pantai Taipa, Pemandian Air Panas Wawolesea, Telaga Biru Lonimoyo, termasuk Air Terjun Sumeru.
Telaga ini letaknya di ujung utara Konawe Utara. Untuk bisa menyaksikan ukiran Tuhan yang indah ini, harus mau meluangkan waktu selama dua jam perjalanan jika dimulai dari Wanggudu, ibukota Konut. Tentu saja dengan kendaraan.
Tiba di Desa Landiwo, akses ke telaga ini ditempuh dengan sebuah sampan kecil dengan motor tempel yang hanya bermuatan dua hingga tiga orang. 45 menit lagi perjalanan menyusuri sungai “Kuratao”, yang terhubung dengan telaga itu. Tenaga dan adernalin memang lumayan terkuras.
Tapi rasa letih dan lelah karena perjalanan yang cukup jauh, serta rasa kekhawatiran karena menggunakan sampan kecil hilang seketika ketika sudah tiba di Telaga Lindo Kindo-kindo. Dua telaga kembar dengan air sebening kaca di depan mata, menghempaskan segala kepenatan. Ada ribuan ikan mujair dan gabus yang berenang bebas.
Sulit mencari padanan kata yang bisa mempersonifikasi eksotisnya telaga ini. Memandang ketenangan airnya, dibalas dengan pancar aura kedamaian. Telaga ini laksana serpihan surga yang sempat jatuh di Konawe Utara.
Soal kedalaman dua telaga ini belum ada yang tahu. Padahal tidak terlalu luas, yaitu hanya sekitar 50×50 meter aja. Dua telaga juga nampak bercahaya di saat gelap, terutama jika saat bulan purnama muncul. Belum ada yang bisa meneliti mengapa bercahaya ketika gelap.
“Dulu sekitar tahun 2008 pernah ada turis datang, mereka tidak berhasil mendapatkan dasarnya. Airnya rasa payau, di sini sering muncul ikan hiu, ikan putih. Kalau mereka muncul tanda masyarakat ada yang kena sakit,” kata Sumbi, tokoh masyarakat Desa Landiwo.
Menurutnya, oleh orang tua terdahulu, setiap malam Jumat, di telaga itu selalu ada telur yang ditenggelamkan. Namun, saat ini kebiasaan itu perlahan mulai hilang, sehingga acap kali masyarakat di kampung itu terkena penyakit.
Bahkan jika berada di sekitar telaga itu, diminta harus berdoa dulu agar para penghuni telaga bisa menerima kehadiran orang lain, dan meyakinkan “mereka” jika tetamu bukah hadir untuk merusak alam.
Tokoh masyarakat lainnya, Saprudin Rata menyebut, warna biru telaga Lindo Kindo-Kindo tidak pernah berubah. Bahkan ketika banjir melanda wilayah itu.
Entah apa yang terjadi namun berdasarkan cerita orang tua, telaga itu memiliki rasa payau airnya padahal tidak ditemukan dimana muaranya dan kemana alirannya. “Ini telaga airnya seperti tembus ke laut, soalnya sering muncul ikan-ikan laut. Airnya tidak pernah keruh biar banjir,” pungkas Saprudin.
Keberadaan Lindo Kindo-Kindo oleh masyarakat sekitar, selain dapat dijadikan objek wisata ternyata dapat memberikan anugrah rejeki kepada mereka. Telaga yang memiliki air berwarnah biru berkaca-kaca menyimpan sejuta ikan, sehingga masyarakat memamfaatkan keberadaan telaga itu untuk memancing.
“Kita hanya boleh memancing kalau mau ambil ikan, itu pun harus meminta dulu (Berdoa) sama penjaganya. Baru kalau lagi mancing nda boleh ada suara ribut,” katanya.
Keberadaan telaga Lindo Kindo-Kindo ternyata sudah diketahui oleh Wakil Ketua DPRD Konawe Utara I Made Tarubuana yang juga tokoh masyarakat Kecamatan Lamdawe. Melihat telaga Lindo Kindo-Kindo yang dapat dijadikan objek wisata dan objek memancing bagi para pecinta mata pancing, maka dirinya memprogramkan pembuatan jalan usaha tani (JUT).
Kata politisi PDI Perjuangan ini, JUT dibutuhkan untuk mempermudah jalut transporrasi para wisatawan yang ingin berkunjung ke telaga Lindo Kindo-Kindo sambil memancing ikan mujair dan gabus, serta keberadaan objek tersebut sudah pernah disampaikannya ke pemerintah kabupaten.
“Memang itu telaga kedalamannya tidak bisa di tahu. Kami ingin buatkan jalan usaha tani, minimal jalan itu bisa menjadi penghubung untuk menuju ke telaga biru itu. Dari pinggir sungai sekitar 1,5 kilo meter sudah sampai, kita berikan anggaran Rp300 juta sudah bisa,” kata Made Tarubuana.
Untuk para pecinta wisata, jika ingin berkunjung di wisata telaga Lindo Kindo-Kindo selain menikmati panorama airnya yang indah pengunjung juga hoby dengan memancing telaga ini merupakan tempat yang pas untuk menyalurkannya. Namun, sebelum berkunjung sebaiknya memastikan kondisi tubuh benar-benar bugar, karena perjalannya akan menguras tenaga
Sumber :
Telaga Lindo Kindo-kindo, Serpihan Surga yang Jatuh di Konut