KONKEP-KARYASULTRA.ID--Pulau Wawonii dahulu dikenal terpencil agak terbelakang jauh dari kesan Modern dan Lebih maju dari daerah lain, namun sebenarnya Pulau Wawonii menyimpan Potensi Sumber Daya Alam Yang sangat Melimpah bak Intan Mutu Manikam. Saking terpencilnya membuat Anak-anak muda, generasi Penerus terkungkung tanpa mampu berekspresi mengembangkan potensi serta kemampuan diri. Walau Hanya segelintir saja yang mampu tampil menggapai cita-cita. Wajar saja jika pemerintah Daerah Konawe Kepulauan (Konkep) hari ini fokus mengembangkan sumber daya manusia melalui program beasiswa Wawonii Cerdas. Namun siapa sangka, ternyata anak-anak muda Wawonii mampu unjuk diri meski dalam keadaan serba terbatas. Salah satunya Mayor Chk Tamsil M Djabir Tiroau SH. Perwira menengah TNI-AD ini mahir berbahasa Wawonii.
Jurnalis media ini bertemu sosok Perwira muda berusia 41 tahun tersebut saat perjalanan dari Wawonii menuju Kendari. Tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan berharga ini, saya pun memanfaatkan menggali sosok tersebut saat perjalanan selama tiga jam di kapal Feri Bahteramas. Awalnya, pria bertubuh kekar dan besar ini enggan diulik sosoknya. Namun saya tetap maksa dengan dalih sebagai pelatuk spirit generasi muda Wawonii dalam menggapai cita-cita. Akhirnya, Perwira satu Bunga Melati inipun luluh juga.
Kami pun berbincang santai. Saya perkenalkan diri terlebih dahulu, selebihnya saya ulik kisah perjuangannya hingga tembus Akademi Militer (Akmil). Saat berbincang, Tamsil sedang tidak menggunakan pakaian Tentara, ia hanya menggunakan baju kaos dan celana pendek ala-ala pengusaha sukses Bob Sadino. Untung saja ia tidak pake topi koboi hahaha….
Perbincangan kami diselingi canda tawa. Sosoknya humble dan humoris. Baik pak, saya serius bertanya. Iya petukanomo tuwai (iya tanya saja adik) tantangnya berbahasa daerah Wawonii.
Bisa diceritakan profil pendidikan hingga perjalanan karir militer bapak? Baik, saya ini menempuh pendidikan SD Kuncup Pertiwi Kendari, lalu SMP Wuawua dan tamat SMAN 4 Kendari tahun 1998. Cita-cita saya teguh ingin jadi Tentara. Saya pun mendaftar jalur Tamtama tapi sayangnya tidak lolos. Kemudian saya daftar dua kali jalur Bintara juga tidak lolos. Saya tidak putus asa, saya mencoba mendaftar yang lebih tinggi jenjangnya yakni Akademi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Akabri) yang kini dikenal jalur Akmil. Saya daftar sebanyak tiga kali tapi jatuh terus. Lalu saya tidak putus asa, saya lebih serius lagi dan berdoa agar bisa lolos mencapai cita-cita. Saya mendaftar yang keempat kalinya di Akabri dan alhamdulillah tabir itu akhirnya dibuka sang maha kuasa tahun 2001di Kendari.
Saya menjalani pendidikan selama tiga tahun lebih dan lulus tahun 2004 dengan pangkat Letnan Dua. Saya kemudian ditugaskan ke Aceh bulan Juni 2005 dalam rangka operasi pemulihan keamanan (Ops Lihkam) pasca Aceh diterjang badai Tsunami Desember 2004. Dimana saat itu terjadi penjarahan dan masih bergeraknya Gerakan Aceh Merdeka (GAM). Sebagai prajurit TNI, kami diberi amanah membujuk masyarakat agar mau kembali ke pangkuan NKRI. Saat itu pemerintah sedang melakukan upaya perdamaian melalui perjanjian Helsinki pada tanggal 15 Agustus 2005.
Bapak dua anak ini bertugas di Aceh selama 12 tahun. Pertama ditempatkan dikesatuan Yonif 116/GS (Garda Samudra). Lalu tugas di Kodim 0115 Simelu Provinsi Aceh. Kemudian tugas di Korem Meulaboh Aceh Barat sebagai Dantim Intel Korem tahun 2014.
Tamsil mempersunting wanita pilihan hatinya tahun 2007 dari suku Gayo Aceh Tengah (Tekengon), Maharani SST M.Keb. Buah pernikahan dikaruniai dua putra yakni Abdul Majid Pratama Djabir T (13) dan Alfatir Rahmad Djabir T (11).
Memasuki tahun 2016 dengan pangkat Kapten (tiga balok di pundak), Tamsil memutuskan melanjutkan Sekolah Tinggi Hukum Militer TNI-AD. Selama empat tahun menempuh pendidikan ilmu hukum dan berhasil meraih gelar SH tahun 2020. Saat ini anak dari almarhum
H Muh Djabir Tiroau dan ibu almarhumah Hj Marniah bertugas di Hukum Kodam 14 Hasanuddin Sulawesi Selatan. “Saat ini sehari-hari saya melakukan pengkajian perkara-perkara pidana militer. Saya tertarik belajar ilmu hukum karena ilmu ini bersifat luas,” tuturnya.
Tamsil merupakan anak pertama dari tiga bersaudara, ia lahir di Kendari 17 Maret 1980. Hobinya renang, bulutangkis dan karateka. Ia penyuka warna biru. Tamsil menegaskan bahwa semua pencapaiannya dilalui dengan menerapkan prinsip ketabahan, kesabaran dan keinginan yang tinggi dalam menggapai cita-cita. “Kita boleh gagal tapi kita tidak boleh menyerah,” tegasnya. Ia berpesan kepada generasi Wawonii yang kelak akan ikut menentukan garis masa depan daerah tercinta. Jadilah pribadi yang bermanfaat dan tebarkan nilai-nilai kesetaraan. “Kemanapun saya pergi bertugas, saya selalu bangga menyebut suku saya Wawonii. Saat inipun saya menyempatkan pulang kampung karena sebuah kerinduan terhadap daerah ini. Kita berharap pemerintah saat ini bisa mendorong generasi untuk berkiprah dimana saja lalu pulang membangun dan memberikan Masukan sumbangsih kemajuan pulau Wawonii tercinta menuju kearah yang lebih baik dan setara dengan daerah lain,” pintanya mengakhiri perbincangan, Senin (22/3/2021) sore.
Penulis: Kalpin