KONKEP, KARYASULTRA.ID – Orang-orang kini menikmati hasilnya. Berwisata, healing, berfoto riang gembira lalu memposting dengan ragam caption. Bahkan para pelancong tak hentinya memuja dan memuji keindahan pantai yang dibalut empat sap kelapa hibrida berumur lima tahunan itu. Seratusan pohon kelapa pendek itu makin meneduhkan lokasi pantainya. Beda halnya dengan pantai Kampa yang berjejer pohon kelapanya menjulang tinggi bak pasukan bala tentara yang usianya puluhan tahun. Di pantai kelapa kuning sungguh memesona. Bukan hanya pantainya, kelapanya yang berjumlah seratusan pohon itu yang memukau mata. Namun, ternyata dibalik keindahan lokasi pantai itu ada sosok yang memperjuangkan secara pontang panting mewujudkan mimpi. Bahkan langkahnya dianggap gila oleh masyarakat setempat.
Dia adalah seorang pensiunan guru yang risau di kala nanti jelang pensiun mau bikin apa? Mau habiskan waktu di mana. Apakah tinggal di Kota Kendari sembari merawat tanaman berskala kecil yang dikelolanya di halaman rumahnya, ataukah memilih pulang kampung di Wawonii lalu mengolah tanah warisan orang tuanya. Akhirnya pergolakan hatinya yang terus bergemuruh itu di jawabnya perlahan dengan memilih pulang kampung. Dia berpikir cepat, kalau pensiun nanti, banyak manfaat kalau pulang kampung. Selain kembali bersua dengan tujuh saudaranya di kampung Bajo, maka banyak hal lagi yang bisa dihibahkan untuk memupuk keharmonisan keluarga serta lebih leluasa mengelola tanah warisan.
Tiga tahun sebelum pensiun dari aktifitasnya mengajar mata pelajaran pendidikan agama islam di SMP Negeri 5 Kendari. Pak M.Harun R S.Pd mulai bolak balik Kendari-Wawonii tiga tahun jelang pensiun tepatnya tahun 2013. Nah, bapak lima orang anak ini memilih fokus mengolah tanah warisan orangtuanya yang kini di kenal pantai kelapa kuning. Mula-mulanya, dia mempersiapkan alat transportasi laut berupa perahu dan membeli mesin katinting. Sebab saat itu untuk mengakses lokasi lahannya hanya bisa ditempuh jalur laut. Beda halnya saat ini jalan sudah di buka pemerintah sejak dua tahun lalu sehingga akses wisata mudah ditempuh.
Setelah perahunya selesai dibuat, maka pak Harun memulai petualangannya melintasi pinggiran laut untuk sampai ke lokasi. Di lahan tersebut sepanjang 200 meter lebarnya ia mulai membabat pepohonan dan mulai menanam berbagai tanaman jangka pendek. Usahanya bolak-balik mengurusi lahan tersebut juga mendapat cibiran. Lontaran bahasa menyepelekan akan usahanya membuka kebun di pinggir pantai nun jauh dari perkampungan Bajo dianggap gila, namun pak Harun tetap gigih bahwa usaha tersebut kelak akan berbuah manis. Alhamdulillah perjalanan usaha 10 tahun lalu akhirnya mementahkan cibiran tersebut. Hasilnya sudah dirasakan berbagai kalangan.
Kini pak Harun bersama istri dan anak bungsunya sudah sebulan bermukim di lokasinya. Dia membangun rumah-rumahan bernuansa rumah wisata. Pak Harun sungguh menikmati masa tuanya di tempat yang kita sebut sepotong surga jatuh di pantai kelapa kuning.
Harun didampingi anaknya bercerita kepada Wartawan media ini menggunakan bahasa Wawonii yang fasih. Pak Harun adalah yang tertua dari 9 orang bersaudara. 7 saudaranya tinggal di Desa Langara Tanjung Batu dan satu lagi saudaranya tinggal di Konawe Utara. Harun gigih mewujudkan mimpinya ini berkebun sambil berwisata karena terinspirasi dari berbagai tempat wisata yang pernah dikunjunginya termasuk pantai Bali. “Jadi saya lihat Bali itu kuat wisatanya bukan karena semata alamnya tapi di topang budayanya. Nah, di daerah kita pulau Wawonii ini seluruh garis pantainya adalah tempat wisata. Maka saya mulailah mewujudkan mimpi ini dengan cara yang berbeda jauh sebelum orang memikirkannya,” ujarnya sembari menyeduh kopi hitamnya.
Harun bilang, sebenarnya lokasi ini belum di buka untuk umum, hanya karena sudah tersiar dan bahkan viral. “Maka saya bolehkan saja berkunjung. Untuk sementara tidak ada sewa masuk, cuma ada kotak amal yang ada di depan. Boleh diisi dan boleh juga tidak diisi. Nanti isi kotak amalnya akan saya buatkan kamar ganti, gazebo dan beberapa fasilitas penunjang. Alhamdulillah tanah saya ini sudah bersertifikat,” ujar bapak kelahiran 1 Januari 1954.
Lokasi wisata pantai kelapa kuning ini satu jalur dengan pantai Kampa. Untuk tiba di pantai Kampa butuh 25 menitan maka di pantai kelapa kuning hanya butuh 10 menitan saja dari ibukota Langara. Lokasinya tak jauh dari menara suar. Bagi anda yang sibuk kerja dan butuh tempat wisata maka lokasi ini jadi alternatif paling mudah dan tak menguras isi dompet.
Redaksi: Kalpin