KENDARI, KARYASULTRA.ID – Humas PT. Gema Kreasi Perdana (GKP) menjelaskan hadirnya perusahaan tambang di Kabupaten Konawe Kepulauan (Konkep) ditempuh secara legal. Bahkan mendapat dukungan dari Pemerintah Provinsi dan Pemda Konkep. Bahkan pihaknya telah mengikat komitmen kuat antar GKP dan Pemda Konkep melalui Memorandum of Understanding (MoU). Dalam perjanjian ini memberikan jawaban bahwa ada komitmen kuat membangun daerah.
“Saya tidak perlu jelaskan secara detail legalitas kami dan isi MoU karena ini semua sudah pernah kami paparkan. Sebab kami jelaskan bagaimana pun tetap akan dinilai salah di mata para provokator atau pembenci. Kami ini belum eksploitasi tapi sudah dituduh melakukan pengrusakan lingkungan. Inilah fitnah. Ok, saya jelaskan bahwa MoU yang sudah disepakati merujuk pada Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang di dalamnya ada ruang tambang. Maka kami pihak GKP berkomitmen menambang secara baik dengan cara merekrut tenaga kerja lokal, berkomitmen membangun smelter serta banyak hal lagi,” kata Marlion. Soal tiga warga yang ditangkap maka itu ranahnya pihak kepolisian. “Kami ini bekerja sesuai aturan, jadi siapapun yang menghalang-halangi komitmen kami berinvestasi maka biar hukum yang berbicara,” tegasnya.
Menanggapi pernyataan ketua adat Wawonii yang mengatakan GKP sudah berjalan 5 tahun tapi belum juga beroperasi, ya memang nyata betapa sulitnya perusahaan bebaskan jalan hauling menuju area tambangnya, karena masih adanya sebagian kecil warga pemilik lahan yang belum sepaham, sehingga belum mau bebaskan lahannya kepada GKP, kami tau betul hal itu. Namun pernyataan itu dinilai sangat tendesius bernilai provokasi dan ada maunya.
“Kami sangat menyesalkan pernyataan pak Abdul Salam yang mengaku tokoh tapi cenderung provokasi dan ada maunya. Terlalu jauh dia komentar. Seakan-akan tau persis kinerja pak Bambang dan pak Hendra. Jadi sudahlah tidak usah bermanuver kalau mau jadi bagian dari kami ayo silakan tanpa harus jadi provokator,” kata Ketua Asosiasi Mahasiswa Masyarakat Wawonii Bersatu (AM2WB), Sulvan S.Pd.
Terkait tiga warga yang melakukan pidana murni yang sudah ditetapkan tersangka lalu di tahan di Mapolda Sultra. Itu sudah ranah kepolisian. Mereka punya kajian hukum yang jelas. Jangan lagi di usik atau bersikap usil seakan-akan paham persoalan yang hingga akhirnya seperti pahlawan kesiangan. “Kalau mau gugat maka gugat perusahaan dari sisi legalitas atau apapun itu. Jangan jadi provokator yang ujungnya sarat kepentingan pribadi. Kemudian soal mahasiswa demo, itu hak mereka, dari dulu kami di demo tak masalah. Kami tetap jalan sesuai aturan,” kritik Sulpan.
Beberapa hari lalu, massa mahasiswa yang tergabung dalam Keluarga Besar Mahasiswa Wawonii (KBMW) Sulawesi Tenggara (Sultra) mendesak Polda Sultra untuk membebaskan tiga warga Desa Sukarela Jaya yang saat ini ditahan di Mapolda Sultra.
Kordinator aksi KBMW Sultra, Tayci mengatakan, dalam proses penangkapan ketiga warga tersebut diduga sebagai bentuk arogansi korporasi tambang. Olehnya pihaknya meminta agar tiga orang tahanan segera dibebaskan.
Mengutip pernyataan bupati Konkep Amrullah beberapa bulan lalu soal penjelasan Mou dengan pihak GKP. Bupati dua periode ini menjelaskan bahwa kewenangan pertambangan merupakan gawean pemerintah provinsi dan pusat. Amrullah menjelaskan, justru MoU dengan pihak perusahaan PT.GKP akan memudahkan pemerintah daerah dan masyarakat mengontrol aktifitas pertambangan. Dalam MoU telah tertuang poin-poin perjanjian. Diantaranya komitmen membangun pabrik smelter, perekrutan tenaga kerja lokal 70 persen, komitmen menjaga aktifitas penambangan ramah lingkungan serta pengelolaan corporate social responsibility (CSR) dimana poinnya adalah pihak perusahaan akan memberikan kontribusi terhadap keberlanjutan pembangunan ekonomi, sosial, lingkungan dan kepentingan masyarakat lainnya.
Soal RTRW yang jadi jantung pembangunan. Amrullah menerangkan sebelumnya dalam rancangan tidak ada ruang tambang namun hal itu ditolak pemerintah pusat. “Kami sudah bolak-balik mengurus RTRW namun tetap ditolak jika tidak ada ruang tambang. Olehnya dalam perjalanannya harus ada ruang tambang sebab ini keinginan pemerintah pusat,” tegasnya.
“Nah kalau RTRW tidak selesai maka seluruh kegiatan pembangunan di daerah ini adalah pelanggaran. Kemudian MoU yang dilakukan beberapa pekan lalu tidak kami tutup-tutupi,” tambahnya.
Politisi Partai Demokrat ini juga mempertegas bahwa MoU bertujuan untuk mengontrol aktifitas pihak perusahaan. Semua aktifitasnya harus dikawal agar tidak memberikan dampak buruk. Justru jika berdiri smelter maka akan memberikan Multiplier effect atau efek ganda berupa peningkatan perekonomian daerah sebab akan terserap tenaga kerja dan geliat ekonomi lainnya akan berdampak.
“Saya tegaskan lagi bahwa kita tidak dalam posisi takut dengan pihak perusahaan tapi kami sebagai pemerintah daerah tunduk dan patuh terhadap pemerintah pusat dan semua aturan perundangan-undangan yang berlaku,” tutupnya.
Laporan: Aldi
Editor : Kalvin