Mengerikan, Peran dan Fungsi Pers Diobrak-Abrik

134

KENDARI, KARYASULTRA.ID

Kerja-kerja jurnalistik sedang diobrak-abrik pemerintah melalui DPR-RI. Wakil rakyat sedang membahas revisi Undang-undang 32 tahun 2002 tentang penyiaran. Revisi ini bakal mengekang kebebasan pers. Kekacauan pikiran badan legislasi DPR-RI ini menandakan kemunduran demokrasi. Sebab dalam pembahasan tersebut dimuatnya pasal larangan wartawan melakukan investigasi. Padahal, karya jurnalistik investigasi adalah mahkota tertinggi dalam pemberitaan. Kemudian dalam draf itu juga memuat bahwa penyelesaian akhir sengketa pers juga turut berperan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) yang notabenenya sesuai mandat UU Pers No 40 tahun 1999 mengamanatkan kepada Dewan Pers bukan KPI.

Atas dasar kekacauan pikiran DPR-RI maka Forum Bersama Jurnalis Sultra melakukan aksi demonstrasi. Aksi serupa juga digelar seluruh penjuru Indonesia. Demonstrasi puluhan pewarta yang tergabung di tubuh PWI, AJI dan IJTI berkumpul di jantung ibukota Kendari, perempatan eks MTQ, Senin (20/5/2024). Suasana panasnya terik mentari menjadi saksi penolakan draf revisi RUU Penyiaran yang bakal mengekang kemerdekaan pers.

Aksi ini berakhir di kantor DPRD Sultra. Secara bergantian para pewarta menyuarakan isi tuntutannya. Pada intinya menolak revisi tersebut. Wartawan Sultra berharap kepada DPRD Sultra untuk meneruskan tuntutan tersebut kepada DPR-RI.

Ketua Komisi 1 DPRD Sultra, Sahrul Said didampingi Gunariyo menerima langsung aksi tersebut. “Kami berjanji akan teruskan tuntutan ini kepada pak ketua DPRD Sultra dan selanjutnya akan kami sampaikan aspirasi ini kepada DPR-RI,” kata Sahrul, politisi Nasdem yang diamini Gunariyo politisi PDI Perjuangan.

Sebelum membubarkan diri, Forum Bersama Jurnalis Sulawesi Tenggara Tolak Pasal Kontroversi RUU Penyiaran menyerahkan pernyataan sikapnya yang berisi.

Sejumlah pasal yang menjadi sorotan adalah Pasal 50 B ayat 2 huruf c yang melarang penayangan eksklusif karya jurnalistik investigasi. Karya jurnalisme investigasi merupakan harkat tertinggi seorang jurnalis.

Kedua, Pasal 50 B ayat 2 huruf k, penayangan Isi Siaran dan Konten Siaran yang mengandung berita bohong, fitnah, penghinaan, dan pencemaran nama baik.

Pasal ini sangat multi tafsir terlebih yang menyangkut penghinaan dan pencemaran nama baik. Kami memandang pasal yang multitafsir dan membingungkan berpotensi menjadi alat kekuasaan untuk membungkam dan mengkriminalisasi jurnalis/pers.

Ketiga, Pasal 8A huruf q dan Pasal 42 ayat 2 yang menyebutkan penyelesaian sengketa terkait dengan kegiatan jurnalistik Penyiaran dilakukan oleh KPI sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal ini harus dikaji ulang karena bersinggungan dengan UU No 40 Tahun 1999 tentang Pers yang mengamanatkan penyelesaian sengketa jurnalistik dilakukan di Dewan Pers.

Menyikapi hal tersebut, Forum Bersama Jurnalis Sulawesi Tenggara, (PWI Sultra, AJI Kendari, IJTI Sultra) menyatakan sikap sebagai berikut:

  1. Menolak dan meminta agar sejumlah pasal dalam draf revisi RUU Penyiaran yang berpotensi mengancam kemerdekaan pers dicabut.
  2. Meminta DPR mengkaji kembali draf revisi RUU Penyiaran dengan melibatkan semua pihak termasuk organisasi jurnalis serta public
  3. Meminta kepada semua pihak untuk mengawal revisi RUU Penyiaran agar tidak menjadi alat untuk membungkam kemerdekaan pers serta kreativitas individu di berbagai platform.

Editor: Kalpin

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here