
KENDARI, KARYASULTRA.ID-Sekarang ini semua orang sudah jadi wartawan. Informasi meluber dari berbagai kalangan. Informasi lahir dari berbagai sudut, ada dari kalangan jurnalis warga (citizen journalism) dan ada dari Wartawan asli dan yang mengaku-ngaku wartawan. Adakah wartawan palsu? Banyak sekali tapi lain waktu saya jelaskan kalau itu, lengkap dengan ciri-cirinya beserta modus kerjanya dibeberkan lain waktu nah.
Informasi meluber ini bukan lagi sebagai suplemen baik dalam mengarungi kehidupan tapi berbalik arah menjadi ancaman berkehidupan. Kita dibuat kaya informasi namun dangkal makna dan bahkan cenderung berita palsu. Sebabnya informasi dikelola tanpa Standar Operasional Prosedur (SOP). Apalagi ini SOP? Adakah SOP-nya wartawan? Aduh, ini juga pertanyaan kayak anak kecil saja. Harus paham bos, semua pekerjaan ada SOP-nya. Jangan asal gas rem gas rem.
Kembali ke laptop, maksudku kembali ke judul. Menakar tema Konferensi Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Sultra “Menjaga Etika, Menjamin Kemerdekaan Pers” Nah ini yang penting untuk kita kupas. Jadi begini, entah kenapa banyak wartawan yang tidak membaca apalagi memahami, Kode Etik Jurnalistik (KEJ). Padahal ini pedoman utama dalam mengarungi profesi mulia ini. Jangan asal main gantung id card, jangan asal jalan tanpa pembekalan dasar-dasar jurnalistik sebabnya bisa fatal. Ibaratnya, kalau anda sedang mengendarai motor bisa bahaya kalau tidak mahir. Misalkan kamu lagi naik motor balap-balap tiba-tiba tikungan kunci leher. Bunuh diri itu. Begitu juga dengan profesi wartawan, anda memilih profesi ini maka mesti paham SOP-nya.

Menjaga etika maksudnya kalau pergi liputan jangan pakai sendal jepit, kaos oblong, celana robek-robek kayak pemain band dan jangan lupa sikat gigi. Bah sesederhana itukah etika? Itu baru penampilan luar bosku. Ada yang lebih dalam yang kita perlu taat asas. Soal etika menulis berita, wawancara dan menjaga pagar-pagar kebebasan.
Jadi begini lagi, wartawan itu ada empat fungsinya. Informasi, edukasi, kontrol dan hiburan. Dalam menjalankan harus menghormati hak asasi setiap orang. Jangan kamu jadi polisi atau hakim yang seakan-akan bisa memutuskan perkara. Ada asas praduga tak bersalah. Makanya wartawan harus profesional. Sebelum turun lapangan hal wajib diberi ilmu dari pimpinan media tempatmu bekerja. Jangan main asal jadi wartawan. Nanti keberadaanmu di dunia jurnalis jadi benalu, sebabnya beritamu tidak sesuai kaidah jurnalistik. Terhambur begitu, tidak bisa bedakan struktur berita. Kamu tidak bisa bedakan mana kutipan langsung dan apalagi ragam kutipan. Banyak lagi kalau kita bahas soal etika. Lain waktu kita bicarakan secara seksama ditemani kopi gelas jumbo.
Lalu, menjamin kemerdekaan pers? Bagaimanakah ini. Jadi begini, meski ini eranya digital, semua orang sudah pada pintar tapi minim adab. Banyak juga itu masyarakat yang tidak hargai kerja wartawan padahal kalau tanpa kerja wartawan mana mungkin dirimu dapat informasi. Makanya jangan menghalang-halangi kerja-kerja wartawan. Bahkan ada yang niat buruk melarang menyiarkan berita hingga mencederai. Mestinya masyarakat menghormati profesi ini sebab semua tugasnya dilindungi Undang-undang Nomor 40 tahun 1999. Bahwa kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara dan pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pembrendelan atau pelarangan penyiaran.
Olehnya melalui konferensi PWI Sultra ke-VIII menjadi energi mengokohkan solidnya organisasi dalam menjaga marwah profesi mulia ini. Alhamdulillah konferensi berjalan lancar yang dihadiri dan dibuka Gubernur Sultra, Ali Mazi. Turut juga dihadiri Sekda Sultra, Kapolda dan Kapolres Kendari. Ketua Umum PWI Pusat, Atal S Depari memuji kekompakkan Pemprov Sultra mendukung organisasi PWI yang berlangsung tanggal 24-26 September 2021.
Semoga amanah periode ke dua yang kembali di emban Sarjono sebagai ketua PWI Sultra yang terpilih secara aklamasi dapat bekerja lebih maju, modern dan profesional. Aamiin.
Penulis: Kalpin