Sumpahku….
Terlentang jatuh, perih, kesal
ibu pertiwi, engkau pegangan dalam perjalanan janji pusaka dan sakti
tanah tumpah darahku yang makmur dan suci
hancur badan tetap berjalan
jiwa suci dan jiwa besar membawa aku padamu
(Prof. Dr.Ing.H. BJ. Habibie,1936 – 2019)
Presiden RI ke 3, Prof. DR. Ing. H. BJ. Habibie telah menghembuskan napas terakhirnya di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Soebroto, Jakarta, pada hari Rabu 11 September 2019, pada pukul 18.05 WIB. BJ. Habibie meninggal dunia dalam usia 83 tahun akibat gagal jantung. Seketika itu pula negeri ini dilanda kabut duka akan kepergian sang teknokrat di dunia dirgantara yang memiliki visi besar untuk Ibu Pertiwi yang dicintainya, Indonesia.
Di masa mudanya, Habibie merupakan alumni studi teknik penerbangan, spesialisasi konstruksi pesawat terbang, di RWTH Aachen, Jerman Barat, menerima gelar diploma Ingenieur pada 1960 dan gelar doktor Ingenieur pada 1965 dengan predikat summa cum laude alias predikat yang sangat memuaskan.
Diusianya yang telah sepuh hingga menjelang akhir hayatnya, boleh jadi tubuhnya telah rapuh digerogoti oleh waktu namun semangat dan hasratnya untuk kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi tak pernah pudar sedikit pun. Itulah sosok BJ. Habibie yang selalu berapi-api saat menjelaskan soal kemampuan sumber daya manusia Indonesia dan kecanggihan teknologi yang dibutuhkan oleh Indonesia. Nama BJ. Habibie bahkan telah mendunia sejak dirinya berhasil mendirikan PT Indonesia Pesawat Terbang Nurtanio pada tahun 1976, yang merupakan satu-satunya industri pesawat di Asia Tenggara saat itu. Pabrik itu kemudian berganti nama menjadi Industri Pesawat Terbang Nusantara (IPTN) pada 1985, hingga akhirnya kini dikenal sebagai PT Dirgantara Indonesia. Terlebih pada tahun 1995, prototipe pesawat N-250 PA-1 versi Gatotkaca yang sanggup mengangkut 50 penumpang melakukan terbang perdana disaksikan langsung oleh Presiden Soeharto kala itu.
Habibie pula yang menjadi perintis era teknologi industri penerbangan modern di Indonesia. Mesin yang digunakannya adalah jenis turbo propeller dan pesawat itu kini digunakan untuk patroli keamanan laut sebagaimana yang diungkapkan oleh Pengamat aviasi AIAC Aviation Arista Atmadjati pada CNNIndonesia. Selasa (9/11) malam. Tak bisa dipungkiri bahwa jasa besar seorang Habibie terhadap bangsa ini menjadikan Indonesia disegani oleh negara lain dalam hal pengembangan ilmu dan teknologi, khususnya teknologi industri dirgantara.
semasa hidupnya, Habibie pernah menjabat Menteri Riset dan Teknologi di Era Presiden Soeharto selama 20 tahun dan anggota MPR-RI selama 5 tahun. Selanjutnya pada tahun 1998, beliau menjabat sebagai Wakil Presiden ke -7 untuk mendampingi Soeharto dan di tahun yang sama pula terjadi transisi kepemimpinan pemerintahan akibat pergolakan rakyat dan krisis moneter di masa itu, dan BJ. Habibie pun dilantik untuk menggantikan Soeharto sebagai Presiden RI ke- 3 selama satu tahun. Selama masa pemerintahannya yang sangat singkat itu, banyak kemajuan yang dilakukan oleh seorang BJ. Habibie diantaranya berhasil menaikkan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika menjadi Rp.10.000 per dolar, mengizinkan adanya referendum rakyat Timor Timur untuk menentukan nasibnya sendiri sehingga akhirnya Timor Timur pun lepas dari NKRI menjadi sebuah negara berdaulat yang kini bernama Timor Leste.
Cinta Sejati Sang Teknokrat
Presiden RI ke-3 BJ. Habibie meninggal dunia. Jenazahnya akan dimakamkan tepat di samping makam sang istri tercinta, Hasri Ainun di Taman Makam Pahlawan (TMP) Kalibata, Jakarta. Keduanya akan kembali bersanding di peristrahatan terakhir
Kisah cinta keduanya selama lebih dari 40 tahun menginspirasi banyak orang. Kisahnya itu kemudian diangkat dalam film dengan judul Habibie & Ainun (2012).
Pertemuan keduanya dimulai sejak remaja atau saat Habibie menginjak usia 12 tahun. Habibie belajar banyak hal dari ayah Ainun, R. Mohammad Besari. Namun, saat itu bunga-bunga cinta belum bersemi.
Saat beranjak dewasa, baru lah Habibie menyadari bahwa Ainun adalah sosok perempuan yang cantik, anggun dan begitu memesona di mata Habibie. Saat bertandang ke rumah Ainun, Habibie berkelakar bahwa ‘gula jawa’ itu kini telah berubah menjadi ‘gula aren’. Frasa itu merupakan analogi yang digunakan Habibie atas perubahan diri Ainun yang makin cantik..
Ainun, yang kala itu adalah kembang dan perbincangan kaum pria, akhirnya melabuhkan hatinya pada Habibie. Ainun resmi dipersunting menjadi istri Habibie pada 12 Mei 1962. Dari pernikahan itu, mereka dikaruniai dua orang putra, Ilham Akbar Habibie dan Thareq Kemal Habibie.
Kehidupan susah senang dijalani bersama. Mulai dari saat Habibie menjalani studi di Jerman hingga mengemban tugas sebagai Presiden ke-3 RI.
Namun, romansa di antara keduanya harus dirundung duka saat Ainun didiagnosis mengidap kanker ovarium pada tanggal 24 Maret 2010. Tak kenal lelah, Habibie setiap mendampingi Ainun selama perawatan intensif di Munchen, Jerman.
Sayang, sembilan kali Ainun menjalalani operasi dan empat operasi utama tak mampu menyelamatkannya. Sekitar dua bulan berselang, tepat tanggal 22 Mei 2010, Ainun menghembuskan nafas terakhirnya. Jenazah Ainun kemudian dipulangkan ke Tanah Air pada 24 Mei 2010 dan Keesokan harinya, Ainun dimakamkan di TMP Kalibata, Jakarta.
Sepeninggalan Ainun, kondisi fisik dan mental seorang Habibie begitu rapuh dan seolah separuh jiwanya pergi bersama Ainun ke alam baka. Bahkan bertingkah layaknya anak kecil yang menangis dan berteriak mencari-cari Ainun. Dia bahkan berjalan tanpa sepatu dan hanya menggunakan baju tidur.
Untuk mengatasinya, tim dokter pun menyarankan agar Habibie rutin menulis catatan pribadi dengan batas waktu yang ditentukan yakni selama tiga bulan. Justru catatan itu berhasil diselesaikan Habibie dalam kurun waktu dua bulan saja. Kondisi Habibie pun kian membaik dan mengikhlaskan diri untuk melepas kepergian istrinya kehadirat yang Maha kuasa.
Hari-hari dilewati Habibie dengan beragam kegiatan. Kunjungan ke berbagai kota, menerima tamu di kediaman pribadinya, hingga diundang sebagai pembicara dalam beberapa kesempatan. Satu hal yang nyaris tak pernah dia lewatkan: mengunjungi makam sang istri.
Begitu besar rasa cinta Habibie pada sang belahan jiwa, hingga ia punya jadwal rutin mengunjungi makam sang istri. Sekali dalam seminggu, Habibie pasti datang berziarah dan berdoa di sisi makam istrinya. Bahkan Habibie meminta untuk mengosongkan makam slot nomor 121 untuk dirinya bila meninggal kelak dan dimakamkan tepat disamping istri yang dicintainya itu.
Sembilan tahun terpisah, Habibie akan kembali bertemu dan berdampingan dengan sang istri tercinta di keabadian Ilahi.
Selamat jalan bapak BJ. Habibie, selamat jalan sang guru bangsa atas segala sumbangsih dan cintamu pada bumi pertiwi. Untaian doa dan air mata kami mengiringi kepergianmu untuk kembali pulang pada sang Khalik. Aamiiin..
Oleh : R. Purnawan
Penulis Lepas