Opini
Oleh : Ashari ( eXplor Anoa Oheo )
Dampak sosial dari pertambangan diantaranya adalah adanya konflik yang terjadi antara masyarakat dengan perusahaan, sebagai faktor menurunnya kualitas kesehatan masyarakat, terjadinya perubahan pola pikir masyarakat dan terjadinya perubahan struktur sosial di masyarakat.
penyelesaian hak atas tanah terkait dengan peraturan dalam Pasal 135 dan Pasal 136 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.
Sejak era reformasi kebijakan kehutanan diarahkan kepada pengembangan ekonomi rakyat. Dalam hal ini Kementerian Kehutanan mengeluarkan sejumlah kebijakan pengelolaan kehutanan yang memungkinkan masyarakat untuk mengelola dan memanfaatkan sumberdaya yang ada di hutan.
Hal ini mengubah paradigma dari pengelolaan hutan yang berbasis kepada hasil produksi, dengan masyarakat yang hanya menjadi “penonton” dan “orang upahan” berubah menjadi pengelolaan yang melibatkan masyarakat untuk memiliki rasa memiliki terhadap hutan. Adanya pemberdayaan penting karena terdapat lebih kurang Jutaan orang miskin yang hidup di dalam dan sekitar kawasan hutan.
Terdapat skema yang dikembangkan untuk pelibatan pengelolaan hutan berbasis masyarakat yaitu Hutan Desa
Berdasarkan penjelasan UU 41/1999 tentang Kehutanan, khususnya pada penjelasan pasal 5, hutan desa adalah hutan negara yang berada di dalam wilayah suatu desa, dimanfaatkan oleh desa, untuk kesejahteraan masyarakat desa tersebut. Prinsip dasar dari Hutan Desa adalah untuk membuka akses bagi desa-desa tertentu, tepatnya desa hutan, terhadap hutan-hutan negara yang masuk dalam wilayahnya.
Karena pengadaan tanah yang dilakukan oleh perusahaan tambang adalah diperuntukkan dan bertujuan untuk memperoleh keuntungan dan bukan diperuntukkan untuk kepentingan umum sehingga tata cara perolehan tanahnya berbeda dengan pengadaan tanah untuk kepentingan umum. Terkait dengan ketentuan tata cara pengadaan tanah dalam kasus ini kita bisa melihat Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum, Pasal 2 ayat (2) menyatakan bahwa “Pengadaan tanah selain bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum oleh pemerintah atau pemerintah daerah dilakukan dengan cara jual beli, tukar menukar, atau cara lain yang disepakati secara sukarela oleh pihak-pihak yang bersangkutan”.
Menurut hemat penulis, langkah-langkah yang dapat di tempuh untuk mengajukan pembebasan tanah klaim masyarakat kepada perusahaan tambang, sekurang-kurangnya di butuhkan kesadaran dan partisipasi oleh perusahaan itu sendiri. Karena setelah ada dan selesai serta berakhir nya tambang beroperasi dengan pasti nya akan meninggalkan dampak kerusakan hutan serta penurunan kualitas lingkungan yang akan di tanggung hidup oleh masyarakat Desa setempat, dan perusahaan itu sendiri pergi pulang tanpa kekhawatiran.
Hal manusiawi ketika masyarakat Landawe Utama, Tambakua, dan Desa Oheo menuntut PT. Tiran Mineral terkait pembebasan lahan, sekalipun perusahaan klaim lahan itu adalah areal kawasan hutan dengan alibi memiliki izin pinjam pakai kawasan hutan ( IPPKH ), yang justru mengakibatkan terjadinya konflik horisontal. Bukan nya mencari solusi malah berdampak fatal terjadinya pengrusakan fasilitas perusahaan termasuk ancaman balik, pidana atas laporan kerugian pihak perusahaan.
PT. Tiran Mineral tidak mestinya merasa paling kuat dan benar karena dalih IPPKH, juga yang di peroleh adalah hasil jualan atas nama rakyat.
Banyak contoh kasus yang mestinya bisa di jadikan rujukan ke hal-hal yang positif, harus nya Tiran ambil sikap jangan pelit ke masyarakat lingkar tambang. Contoh kasus sudah sering terjadi di Konawe Utara tentang bagaimana perusahaan menyelesaikan dengan baik atas Klaim warga desa menyangkut lahan status hutan negara. Kalau haji isyam johnlin bisa bayar lahan Lawali dengan cara tali asih atau apresiasi, kenapa tidak PT. Tiran menjadi kan rujukan contoh kasus itu. Tidak hanya itu masyarakat desa Puusuli juga pernah di perhadapkan soal warga klaim lahan di dalam IPPKH salah satu perusahaan, karena etikat baik perusahaan itu sendiri dengan memberikan penguatan apresiasi, hal yang buruk pun selesai tanpa ada sekat.
Kita semua mengutuk tindakan refresif pihak kepolisian namun tidak bisa jg menyimpulkan motif itu tentang siapa yang salah dan benar. Inti Ramadhan adalah pengendalian diri menahan nafsu dan emosi. Kami hanya mau katakan bahwa sekarung gula Tiran yang di bagi-bagi justru menjadi ” Kepahitan ” atas Investasi Otoriter nya di bumi Oheo Konawe Utara.
Konawe Utara, 24 April 2021
EXPLOR ANOA OHEO
Keterangan: Artikel ini sepenuhnya tanggungjawab penulis